Selasa, 11 Agustus 2009

Peta Sektor Pertambangan di Indonesia

Dalam dunia pertambangan, Indonesia memang dikenal sebagai negara yang kaya dengan kandungan mineral yang siap diangkat kapan saja. Meskipun Indonesia menempati posisi produsen terbesar kedua untuk komoditas timah, posisi terbesar keempat untuk komoditas tembaga, posisi kelima untuk komoditas nikel, posisi terbesar ketujuh untuk komoditas emas, dan posisi kedelapan untuk komoditas batubara, tetap saja terbelit beban utang yang tidak sedikit dan rasio orang miskinnya pun mencapai 17 juta jiwa. Kekayaan tambang Indonesia yang sudah dikeruk puluhan tahun ternyata hanya menghasilkan 11 persen dari pendapatan ekspor dan menyumbang 2,5 dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Sumber daya mineral sebagai salah satu kekayaan alam yang dimiliki Bangsa Indonesia, apabila dikelola dengan baik akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi Negara. Dalam hal ini, Pemerintah sebagai penguasa sumber daya tersebut, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, harus mengatur tingkat penggunaannya untuk mencegah pemborosan potensi yang dikuasainya dan dapat mengoptimalkan pendapatan dari pengusahaan sumber daya tersebut sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Manfaat yang diperoleh Bangsa Indonesia sebagai pemilik kekayaan sumber daya mineral, dari pengusahaan sumber daya tersebut di antaranya dalam bentuk Iuran Eksplorasi/Iuran Ekplorasi/Royalti yaitu pembayaran kepada Pemerintah sehubungan dengan pemanfaatan kandungan mineral yang berasal dari suatu wilayah pertambangan yang diusahakan sehingga pengusaha memperoleh kesempatan untuk menikmati hasil dari kandungan mineral tersebut.

Sektor pertambangan dan energi merupakan sektor andalan yang menyediakan sumber energi, bahan baku industri dan sumber penerimaan negara.

Pada tahun 1980-an pangsa sektor pertambangan memberikan sumbangan yang tertinggi karena pada saat itu Indonesia mengalami oil boom dimana kenaikan produksi pertambangan, khususnya migas dan juga diikuti dengan tingginya harga minyak internasional. Setelah era oil boom sampai dengan saat ini, pangsa dan pertumbuhan sektor pertambangan khususnya migas cenderung menurun, sementara konsumsi energi dalam negeri terus mengalami kenaikan. Sehingga ketergantungan terhadap impor juga cenderung meningkat. Meskipun demikian, sektor non migas justru mengalami peningkatan secara perlahan bahkan cukup potensial untuk menigkatkan kinerja sektor pertambangan secara umum.

Konsumsi energi final di Indonesia mayoritas berasal dari BBM kemudian disusul oleh gas bumi, listrik, batubara dan LPG. Dalam perkembangannya sumbangan BBM sebagai sumber energi semakin menurun sementara sumbangan batubara semakin menigkat sedangkan lainnya relaif tetap. Sehingga untuk kedepan peranan batubara kedepan sebagai penyedia energi dapat ditingkatkan dan dapat dijadikan sebagai alternatif atas penurunan peranan BBM.

Potensi pertambangan non migas (mineral) yang cukup menjanjikan ditunjukkan oleh hasil penelitian Fraser Institute yang menyatakan bahwa prospek mineral di Indonesia menduduki peringkat 6 (enam) teratas di dunia. Dan potensi ini juga didukung oleh kinerjanya produksi dan ekspor yang terus meningkat dengan tingkat efisiensi yang cukup tinggi. Sektor pertambangan juga diperkirakan memiliki keterkaitan (linkage) yang erat dengan sektor lain, baik derajat kepekaan (backward linkage) maupun daya kepekaan (forward linkage). Di sisi lain sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki produktivitas tenaga kerja yang tertinggi dibandingkan sektor lainnya.

Namun demikian sektor pertambangan dikhawatirkan akan menghadapi kesulitan dalam mempertahankan kelangsungannya dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan tidak adanya investasi baru yang cukup signifikan di sektor pertambangan, tanpa eksplorasi dan penemuan baru beberapa tahun ke depan produksi dikhawatirkan akan menurun.

Oleh karena itu pemetaan di sektor pertambangan ini penting dilakukan mengingat peranannya yang penting dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sebagai sumber energi di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar