Minggu, 23 Agustus 2009

Krisis Moneter di Indonesia : Sebuah Penggarapan yang Sistematis ?

Artikel-artikel sebelumnya mulai dari Pendekatan Kebangsaan, Palestina Merdeka, Perjuangan Kebangsaan = Perjuangan Keagamaan ?, Apakah Amerika Serikat Negara Brengsek dan Kejatuhan Bung Karno dan Suharto : Ulah Amerikat Serikat ? adalah rangkaian artikel dimana penulis mencoba menarik benang merah hubunganya dengan situasi ekonomi Indonesia saat ini. Apa yang disampaikan dalam tulisan tulisan tersebut hanyalah sebuah kerangka berfikir bagaimana mencari cara pemecahan masalah ekonomi Indonesia dipandang dari berbagai sisi.

Bahwa untuk mengetahui akar permasalah perekonomian sebuah negara bukanlah hal mudah, banyak faktor yang harus dikaji secara mendalam dan hal ini tentunya harus melihat history perjalanan negara ini baik external maupun internal untuk masa sebelumnya. Pengkajian untuk masalah perekonomian negara memerlukan keterlibatan banyak disiplin ilmu dan latar belakang sebab untuk mendapatan gambaran yang utuh haruslah dilihat dari banyak sisi. Banyak literatur sejarah mengenai perjalanan politik atau ekonomi Indonesia masa Bung Karno, demikian juga pada masa penerusnya tetapi itu hanya sebagian kecil dari gambaran historical yang diperlukan untuk menganalisa permasalahan ekonomi Indonesia secara comprehensive. Politik dan ekonomi merupakan sebuah kesatuan dalam kehidupan kenegaraan, tetapi dalam politik banyak hal yang harus disembunyikan dan merupakan rahasia untuk kepentingan keamanan negara. Kebijakan politik luar negeri kadang bertentangan dengan kehendak rakyat, itu lumrah karena Indonesia berada dalam pergaulan internasional. Seperti halnya pelatihan pilot pesawat tempur Indonesia di Israel adalah menjadi operasi rahasia sebab jika dilakukan secara formal dipastikan mendapat tentangan dari rakyat. Demikian pula halnya BLT yang menjadi kontrovesi karena disinyalir berasal dari dana hutang luar negeri menggambarkan bahwa banyak hal yang perlu dirahasiakan untuk menghindari pertentangan. Pertentangan didalam negeri dapat mengakibatkan terganggunya roda perekonomian apalagi sampai menimbulkan konflik.

Suatu kesimpulan dari sebuah analisa hasilnya dapat bermacam-macam, misalnya kenaikan IHSG dengan tolok ukur sesudah krisis moneter hasilnya dapat menggambarkan kemajuan, tetapi jika tolok ukur diambil sebelum krisis maka hasilnya adalah tingkat recovery. Artinya, analisa dapat dibuat dengan berbagai cara dengan hasil tergantung untuk kepentingan apa. Tidak ada yang pasti, patokanya bahwa asumsinya kuat untuk mendukung analisa tersebut.

Dalam konteks tulisan ini dan sebelumnya mungkin akan menimbulkan pertanyaan bahwa krisis moneter dan ekonomi di Indonesia saat ini ada kaitanya dengan Palestina, Amerika Serikat, Uni Soviet, hutang luar negeri maupun pergantian kerkuasaan di Indonesia. Untuk melihat kaitannya berikut rangkumanya.

Dukungan bangsa Indonesia kepada perjuangan bangsa Palestina tidak dapat dipungkiri karena alasan kesamaan agama, tetapi apakah semua bangsa Palestina beragama Islam, belum tentu. Oleh karena Bangsa Palestina sudah digeneralisi sebagai Islam oleh bangsa Indonesia telah menimbulkan pandangan bahwa Israel yang didukung Amerika Serikat melakukan penindasan terhadap Agama Islam. Pandangan itulah yang membuat ada bangsa Indonesia melakukan bom bunuh diri di negerinya sendiri karena kebenciannya terhadap Israel maupun Amerika Serikat. Peristiwa bom bunuh diri membuat goncangan sektor financial yang mengancam kestabilan ekonomi Indonesia. Namun dipandang dari kacamata politiik, pencarian dukungan perjuangan suatu bangsa dapat dilakukan melalui pendekatan keagamaan. Dari uraian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai dasar tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga kestabilan ekonomi yaitu meluruskan pandangan bangsa Indonesia agar tidak termakan ajakan untuk melakukan tindakan bom bunuh diri.

Demikian pula moneter dan ekonomi Indonesia dikaitkan dengan Amerika Serikat mungkin akan membingungkan banyak pembaca, tapi jika kita lihat dari pinjaman-pinjaman luar negeri Indonesia akan terlihat peran Amerika Serikat baik melalui Word Bank maupun IMF. Bahwa Amerika Serikat penyandang dan kedua lembaga tersebut tentu ada tujuan politik sebagai mana Amerika Serikat juga penyandang dana terbesar PBB yang meiliki hak veto permanen. Seperti kita ketahui, bahwa pinjaman luar negeri Indonesia berasal dari Amerika Serikat dan negara negara eropa barat yang sekutunya serta Jepang. Tetapi, bagaimana perjalanan pinjaman itu mulai dari pembuatan proposal sampai pencairan dan penggunaanya, pasti tidak banyak yang memahami. Adanya pos pinjaman luar negeri Untuk pembuatan Feasibility study dan proposal juga tidak banyak yang tahu kalau dalam pelaksanaanya melibatkan banyak expatriat yang sesungguhnya tidak diperlukan. Kemungkinan bahwa krisis moneter di Indonesia dapat digarap dari pemberian pinjaman yang tujuan akhir menumbangkan suatu kekuasaan ,tidak terfikirkan atau hal yang imposible dan tidak ada teorinya. Untuk sampai pada kesimpulan bahwa krisis moneter Indonesia sengaja diciptakan secara sistematis bukanlah perkara mudah. Banyak data yang diperlukan untuk memperkuat kemungkinan itu terutama menyangkut pinjaman luar negeri sektor swasta yang bermasalah.

Kemungkinan krisis moneter dapat diciptakan secara sistematis, berikut ini logikanya. Bahwa pinjaman luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru terjadi melalui sebuah proses panjang dimulai dari pendataan keuangan negara untuk mengetahui kemampuan pengembalian pinjaman. Ini adalah sebuah proses standart dalam prosedur pengajuan pinjaman. Tetapi karena pendataannya dibiaya oleh pemberi pinjaman, ini menjadi hal yang tidak lazim terlebih banyak melibatkan tenaga expatriat. Faktanya, pertanggungan jawab pelaksanaan pekerjaan pendataan keuangan negara tersebut bukan kepada pemerintah Indonesia, tetapi kepada pemberi pinjaman yang dalam hal ini Word Bank di Washington. Pekerjaan ini hanya merupakan sebuah prelemenary, namun dari sini kekuatan keuangan Indonesia sudah terbaca oleh pihak luar. Pembiayaan untuk melihat kebutuhan investasi pembangunan di Indonesia, juga berasal dari pinjaman luar negeri, pelaporanya juga ke Washington. Dua kegiatan tersebut masih sangat lumrah jika dipandang dari kaca mata awam, tetapi apakah kebutuhan Investasi tersebut sesuai dengan system anggaran yang berlaku di Indonesia ?. Tidak juga, sebab di Indonesia, system anggaran yang berlaku adalah APBD dan APBN yang mempunyai mekanisme masing-masing, sehingga semua pinjaman luar negeri itu masuk dalam APBN dan distribusinya melalui anggaran sektoral pada waktu itu. Dalam tahapan selanjutnya, ada pinjaman luar negeri untuk penyusunan action plan dalam rangka peningkatan pendapatan daerah agar pinjaman yang diberikan menjadi pinjaman yang feasible. Disini terlihat ada kerancuan dalam study approach yang digunakan, pemungutan pendapatan pajak dan retribusi daerah berbeda object dengan pajak pusat sedangkan pinjaman luar negeri adalah masuk anggaran pemerintah pusat. Seperti kita ketahui, bahwa semua pungutan oleh negara harus ada payung hukumnya dan tidak serta merta dapat diterapkan karena harus melalui sebuah mekanisme juga. Artinya, pinjaman luar negeri untuk penyusunan action plan tersebut juga telah membuka informasi kemampuan keuangan daerah untuk kedepanya. Dengan demikian, bahwa kemungkinan pinjaman luar negeri itu adalah untuk pendataan keuangan dan potensinya adalah untuk membaca kekuatan Indonesia secara ekonomi. Sebab, perundingan perundingan yang dilakukan oleh petinggi kita menyangkut komitment persetujuan pinjaman adalah dengan data yang matang ditangan dan pihak luar juga sudah memegang data yang berhasil dikumpulkan serta dipelajari dari kegiatan yang mereka biayai dengan dana yang sifatnya pinjaman juga. Seperti kita kitahui bahwa pinjaman luar negeri Indonesia berasal dari Amerika Serikat dan sekutunya, kegiatan-kegiatan yang mendahului sebelum persetujuan pinjaman tersebut bukan tidak mungkin ada muatan politis dibalik itu.

Apa yang mendasari bahwa pinjaman luar negeri yang diterima Indonesia pada masa Orde Baru bermuatan Politis ?.

Perang ideologi antara Blok Barat yang dikomandoi oleh Amerika Serikat yang liberal dan Blok Timur dibawah Uni Soviet yang marxis menempatkan Indonesia pada posisi perebutan antara kedua blok. Sikap politik Presiden Sukarno yang anti imperialisme dan kolonialisme condong ke Blok Timur yang tentunya dianggap sangat mengancam keamanan Australia yang Blok Barat. Terjunya Amerika Serikat dalam perang Vietnam, menggambarkan pertarungan ideologi antara kedua Blok tersebut yang amat sangat sengit. Bagi Amerikat Serikat, ideologi marxisme dan komunisme bila sampai mempengaruhi rakyatnya maka negara ini akan mengalami kehancuran dari dalam. Terbukti dikemudian hari Uni Soviet bubar oleh adanya gerakan perestroika yang lebih liberal disamping faktor ekonomi.

Dilihat dari penyerahan Irian Barat dari Belanda kepada Indonesia melalui PBB, secara jelas memperlihatkan sikap politik Amerika serikat yang mempunyai hak veto permanen sangat kontradiktiksi terhadap Indonesia yang pada waktu dipersenjatai oleh Uni Soviet. Sejarah Indonesia mencatat pergantian kekuasaan di Indonesia dari Sukarno kepada Suharto membawa juga perubahan garis politik Indonesia menjadi pro Blok Barat. Namun latar belakang kecondongan arah politik Indonesia dibawah kekusasaan Sukarno maupun Suharto adalah sama yaitu faktor ideologi.

Seiring dengan bubarnya Uni Soviet, perang ideologi antara kedua Blok dunia tersebut berakhir pula. Namun demikian, garis politik luar negeri Amerika Serikat bukan tidak berubah, terjunya Amerika Serikat ke Afghanistan maupun Irak adalah berlatar belakang Ideologi, memerangi teroris adalah alasan seperti yang kita dengar dari pihak Amerika Serikat, melawan kedzoliman alasan di pihak lawan yang tak lain adalah kaum islam.

Indonesia sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Islam dan terbesar didunia, tidak diharapkan oleh Amerika Serikat terseret konflik langsung dipihak kaum Islam. Sebagaimana sebuah analisa, sebuah kesimpulan harus didukung dengan argumentasi yang kuat dan kesimpulan akan dapat dipatahkan apabila ada argumentasi lain yang kuat. Dalam tulisan ini, konflik yang terjadi antara Amerika Serikat dan kaum Islam dibelahan dunia lain adalah alasan Amerika Serikat tetap ingin mengendalikan Indonesia yang berpenduduk kaum Islam terbesar didunia ini. Alasan tersebut adalah asumsi yang penulis anggap paling relevan bahwa Indonesia adalah negara yang dijadikan target pengendalian kekuasaan melalui pinjaman2 yang diberikan oleh Amerika Serikat dan sekutunya negara-negara Eropa Barat itu.

Dari sisi politik luar negeri Amerikat serikat sebagaimana sudah disinggung diatas, bahwa pinjaman yang diberikan kepada Indonesia bukanlah pinjaman sosial atau persahabatan, bunga yang dikenakan adalah bunga yang sangat komersial ( diatas rata-rata bunga yang umumnya diterapkan perbankan dalam dunia usaha ) dan sebagian besar pinjaman tersebut penggunaanya adalah untuk pembangunan infrastruktur yang tidak dapat serta merta menghasilkan uang. Didalam implementasinya, seharusnya ada peningkatan pendapatan daerah yang luar biasa agar dana pinjaman dapat dikembalikan sebab penggunaan dana pinjaman tersebut sebagian besar digunakan untuk iinvestasi yang dikelola pemerintah daerah. Tetapi didalam kenyataanya, seluruh pengembalian pinjaman luar negeri tersebut menjadi beban APBN. Dari sini terlihat, bahwa APBN menerima pinjaman yang sumber pengembaliannya tidak dapat dikontrol, artinya disini struktur APBN dibuat lemah. Kebijakan devaluasi yang dilakukan pemerintah menambah lemah struktur APBN sebab devaluasi sama saja artinya menggelembungkan pinjaman yang harus dikembalikan. Ditambah lagi pinjaman luar negeri sektor swasta yang digaransi pemerintah akhirnya menjadi beban APBN juga karena bermasalah.

Dilihat dari pemberi pinjaman adalah negara-negara Blok Barat, melalui pinjaman tersebut dengan berpatokan pada dalil ekonomi yang paling dasar yaitu supply & demand, bahwa nilai rupiah dapat menguat dan melemah. Bahwa struktur APBN yang sudah dibuat lemah karena sumber pengembalian yang tidak terkontrol, tekanan terhadap rupiah pada saat jatuh tempo pinjaman tersebut menjadikan keuangan negara tidak mampu berbuat banyak terlebih pada saat jatuh tempo pinjaman sektor swasta yang bermasalah itu. Seperti kita ketahui, ambruknya beberapa bank pemerintah karena menggaransi pinjaman luar negeri sektor swasta yang menimbulkan gejolak moneter di Indonesia yang berujung pada krisis ekonomi. Dan krisis ekonomi inilah yang menimbulkan pergolakan masyarakat yang memaksa Presiden Suharto mengundurkan diri.

Namun, jika kita lihat bahwa negara-negara lain mengalami krisis keuangan yang sama dengan Indonesia, dengan melihat methode pinjaman yang diterapkan di Indonesia, dapat juga diterapkan dinegara lain. Seperti kita lihat di Korea Selatan, krisis dimulai dari sektor industri yang pasar utamanya adalah negara2 Blok Barat terutama Amerika Serikat sedangkan di Indonesia karena ambruknya perbankan terutama bank pemerintah. Jika dilihat lebih jauh lagi, bahwa negara-negara yang mengalami krisis moneter adalah negara-negara yang dekat dengan Blok Barat yang mungkin saja dipakai sebagai triger krisis moneter di Indonesia yang sudah terbaca APBN nya tidak mempunyai kemampuan untuk membendung.

Bahwa analisa diatas masih perlu dikaji lebih mendalam untuk mendapatkan sebuah kesimpulan yang kuat, tetapi apa yang disampaikan dalam tulisan ini adalah berangkat dari proses pinjaman luar negeri tersebut. Tidak matchingnya antara study yang dilakukan oleh para expatriat dengan implementasi yang mengikuti mekanisme system anggaran negara Indonesia terkait dengan pinjaman luar negeri mungkin tidak kita sadari bahwa pinjaman luar negeri tersebut akan menjadi bom waktu karena pemerintah pusat sebagai penanggung jawab pinjaman telah kehilangan kontrolnya. Bom waktu itu menjadi sebuah krisis moneter karena tidak seimbangnya ketersedian mata US $ pada saat jatuh tempo.

Apa yang ingin penulis sampaikan, bahwa pinjaman luar negeri menjadi masalah karena tidak terkontrol secara baik. Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana investasi di negeri ini yang menggunakan dana pinjaman tersebut dapat meningkatkan pendapatan negara. Sebab dalam konsep yang benar, bahwa investasi dari pinjaman luar negeri tersebut dalam pengelolaanya telah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang tehnisnya akan mengurangi porsi dana alokasi dari pemerintah pusat. Artinya, dalam pengembalian pinjaman perlu gotong royong dengan peningkatan pendapatan daerah yang sekaligus merupakan tindakan perbaikan ekonomi negeri ini.

Sebagaimana telah disampaikan diatas, bahwa inti persoalan yang coba diangkat oleh penulis adalah melihat kemungkinan terjadinya krisis moneter di Indonesia karena sebuah penggarapan yang sistematis. Dengan mengetahui penyebab krisis moneter, kita sebagai bangsa diharapkan mampu mengatasi kondisi ini oleh bangsa kita sendiri. Dan untuk memperkuat kesimpulan, masih diperlukan pendalaman sebab yang penulis sampaikan adalah hanya kerangka berfikir dalam melihat persoalan bangsa ini. Judul tulisan selalu diikuti tanda tanya adalah merupakan ajakan untuk seluruh komponen bangsa bagaimana bersama-sama memecahkan persoalan bangsa ini. Keluar tidaknya bangsa Indonesia dari persoalan sangat tergantung dari bangsa Indonesia Juga.

Oleh doddypoerbo - 24 Augustus 2009

0 komentar:

Posting Komentar