Selasa, 21 Juli 2009

Pelanggaran Nyata-Nyata terhadap Pancasila & UUD 1945

 1. PELANGGARAN TERHADAP UUP 1945


PASAL 33 yang berbunyi "Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung di Dalamnya Dikuasai Oleh Negara", diabaikan dengan sengaja, diantaranya adalah dengan penerbitan produk Undang-Undang yang bertentangan dengan pasal UUD tersebut, yakni UU Migas, disamping penyelenggaraan proyek-proyek raksasa pengerukan mineral dalam bumi yang hanya menyisakan sedikit keuntungan untuk negara dan nyata-nyata merusak lingkungan hayati sekelilingnya. Pemerintah mengabaikan ekses negatif itu.


"UU Migas mengandung banyak pasal kontroversial. UU Migas membuka sektor migas, baik hulu maupun hilir, ke mekanisme pasar bebas, yang diatur dan diawasi oleh BP Migas dan BPH Migas," kata
Ketua Panja BP Migas dan BPH Migas, Sutan Bhatoeghana.

UU Migas mengabaikan kepentingan nasional dengan menyerahkan hak negara untuk mengelola dan memasarkan minyak, gas bumi, serta hasil migas lainnya, yang merupakan bagian negara dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) kepada pihak swasta, baik asing maupun nasional, termasuk broker dan oil trader.

Melalui status hukum BP Migas, yang bukan badan usaha, sebenarnya BP Migas hanya berhak menunjuk penjual minyak dan gas, yang menjadi bagian negara, dan tidak menjual sediri.

BP Migas sebaiknya diubah menjadi badan usaha milik negara (BUMN), yang memegang seluruh kuasa hasil pertambangan migas nasional dan melaksanakan pemasaran bagian negara.

Mengutip almarhum pakar migas, Ramses O Hutapea, UU Migas gagal meningkatkan nilai setinggi-tingginya minyak dan gas bumi yang menyerahkan hak untuk menjual hasil migas ke pihak swasta. Akibat hasil migas nasional diserahkan kepada pihak swasta, tidak ada lagi kedaulatan negara mengelola sumber daya alamnya sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33.

Ini dibuktikan dengan penunjukan BP Tangguh sebagai pengembang kilang dan penjual LNG Tangguh yang merugikan negara.

UU Migas harus diubah secara menyeluruh, mengikuti pengertian "dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" melalui peran BUMN sebagai mitra KKKS.




2. PELANGGARAN TERHADAP PANCASILA

Sila keempat berbunyi "Kerakyatan yang Dimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan/perwakilan".


Dari sila itu kita bisa menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pilpres langsung bukanlah suatu prestasi kemajuan kita dalam berbangsa, kenapa? karena dalam proses mengajak rakyat mencontreng calon pemimpinnya, tidak diimbangi dengan pendidikan politik yang memadai. secara kasar bisa disebutkan bahwa rakyat tetap dibiarkan bodoh, tidak benar-benar mengeti tentang kepemimpinan, kebangsaan dan politik, sehingga mayoritas memiliki potensi untuk memilih secara tidak rasional. hanya berdasarkan pencitraan dan figur, bukan berdasarkan visi dan performa.


Pemilu telah membuang banyak uang, tetapi sebenarnya pemilu langsung telah mengabaikan peran permusyawaratan/perwakilan. Seharusnya sistem pemilihan legislasi yang dilakjsanakan lebih cermat, bersih dan smart, bukan semata-mata menghuyun-huyunkan suara rakyat yang notabenenya tidak tahu banyak tentang kandidat2nya, mereka hanya dimanfaatkan untuk menjadi legitimator kekuasaan.


Pilpres langsung akan berjalan benar bila jauh-jauh tahun sebelum pencontrengan, rakyat telah dicerdaskan terlebih dahulu.





Dari Suara Pembaharuan dan beberapa sumber lainnya

0 komentar:

Posting Komentar