Kamis, 15 Oktober 2009

10 Bahaya Laten di Indonesia

Oleh : Rizky Dwi R

1. Bahaya Laten Komunis

Peristiwa G30SPKI yang telah dinyatakan keliru periwayatan sejarahnya selama ini belum juga diluruskan bagaiamana sejarah yang sebenarnya. Oleh karena itu, berbagai versi yang mengisahkan kasus pembunuhan 7 jenderal di 30 September 1965 ini masih berkembang disana-sini.

Salah satu versi paling kuat menyebutkan bahwa 7 jenderal yang dibunuh di malam itu tidaklah disiksa seperti yang dikisahkan selama ini. Bahkan ada indikasi bahwa kejadian itu dilakukan bukan karena kepentingan kalangan komunis, tetapi adalah bagian dari skenario besar penggulingan rezim orde lama yang pelaksanaannya didukung penuh oleh Barat, CIA.

Lepas dari kontroversi itu, komunisme tetaplah berbahaya bagi ideologi negeri kita yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Dulu, kalangan partai komunis terkenal dekat dengan rakyat, membagi bibit murah, membantu petani dan terkenal sangat peduli, itulah yang membuat perolehan suara partai itu cukup signifikan saat itu. Bayangkan kalau karena bibit murah dan bantuan dari kalangan komunis waktu itu meluluhkan akidah para petani yang notabenennya adalah masyarakat muslim, mereka menjadi meninggalkan Tuhan mereka, inilah bahaya laten komunis yang saya maksud.

Oleh karena itu jangan sampai modus operandi semacam ini terulang lagi, menajajah akidah rakyat bangsa ini. Termasuk dalam bentuk yang lebih modern saat ini, seperti pemberian bantuan saat bencana dan lain sebagainya, tidak diperbolehkan ditumpangi kepentingan pencucian otak untuk berakidah secara taqlid-buta terhadap satu keyakinan tertentu. Oleh karena itu, Kristenisasi, juga Islamisasi, tidak boleh dilakukan dengan iming-iming materi, harus berdasarkan dakwah yang menggugah kesadaran nurani terdalam. Bila hal seperti itu terjadi, namanya bahaya laten komunis bangkit kembali.

2. Bahaya Laten Bom Bunuh Diri

Aksi bom bunuh diri kerap memakan korban warga negara asing yang sedang bermukim di Indonesia. Seperti yang dipopulerkan oleh Amerika, aksi semacam ini disebut terorisme. Jelas amat meresahkan, karena aksi yang dilakukan oleh kalangan santri konservatif ini bisa begitu smart dilaksanakan di kawasan-kawasan berpengamanan ketat (timbul pertanyaan, adakah keikutsertaan aparat dalam hal ini, atau memang murni kebobolan?).

Proses cuci otak terhadap sekelompok anak muda diindikasi menjadi sebab asal muasal seseorang mau menyerahkan nyawanya sendiri sembari membunuh orang asing di negeri ini. Pemerintah negeri sendiripun dianggap sebagai musuh bagi mereka. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita berhati-hati terhadap ajaran apapun yang mengandung unsur doktrinasi dan mengubah keyakinan secara drastis (membabi buta).

3. Bahaya Laten Kapitalis

Bukan hanya komunisme, kapitalisme juga sesungguhnya adalah bahaya laten yang sangat mengerikan. Bahkan bukan laten, karena masih berlangsung saat ini. Bentuk bahaya kapitalisme bersifat sentral-nasional, yakni ketundukan pemerintah terhadap investor asing, atau terhadap negara-negara barat dan lembaga keuangan dunia yang telah disetir oleh korporasi besar internasional yang menghendaki kuku tajam mereka tetap tertancap menggali sumber daya yang dimiliki negeri kita.
Indikasi kapitalisme sangat jelas, yakni dikeluarkannya undang-undang pesanan asing, dimana undang-undang itu bila dikaji amat tidak pro rakyat, tetapi memudahkan pro investor asing. Dan ciri kedua adalah dalam undang-undang itu, posisi tawar Indonesia menjadi amat rendah, demikian pula aturan ketetapan bagi hasil nilai kontrak-kontrak kerjasama.

Pemerintah semestinya ingat, bumi, air dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya, termasuk udara, adalah milik rakyat bangsa Indonesia, mereka adalah orang yang digaji untuk mewakili pengelolaannya. Apabila pemerintah lebih tunduk kepada asing dan menomorduakan kepentingan rakyat, itu namanya pemerintah adalah pengkhianat.

4. Bahaya Laten Liberalis

Bahaya liberalisme ditandai dengan kebebasan yang kebablasan di suatu negara. Salah satu contohnya adalah bunyi salah satu produk undang-undang kita yang menyebutkan bahwa pemerintah harus memberlakukan secara sama, pelaku bisnis dalam negeri dan luar negeri. Dengan kata lain, dengan dalih era globalisasi, pemerintah tidak boleh memberikan keistimewaan, kemudahan dan support khusus kepada pelaku bisnis dalam negeri untuk bersaing dengan pelaku bisnis asing yang berkompetisi di negeri kita sendiri.

Bahkan Amerika yang mengaku negara liberal saja tidak seperti itu, demikian pula Jepang, ada subsidi, ada kemudahan khusus dan ada dukungan lebih kepada pelaku bisnis dalam negeri untuk dapat berkembang sehingga tidak terlibas oleh kekuatan korporasi asing. Ini sangat berbahaya, mematikan potensi produktif bangsa sendiri.

Secara umum, bahaya liberalisme adalah keacuhan dan kelepastanganan pemerintah yang kebablasan terhadap persoalan dan regulasi yang semestinya diperlukan sebagai bentuk dukungan dari pihak pemegang kekuasaan dan keputusan, untuk kemajuan rakyat sebagai potensi komponen bangsa untuk maju mengungguli dunia luar.

5. Bahaya Laten Eksploitasi Bahan Galian

Lingkungan hidup telah mengalami kerusakan parah akibat kelonggaran pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan bahan galian yang menjadi kekayaan bumi persada nusantara yang selama ini begitu eksploitatif dan tidak terkendali.

Ketika lingkungan hayati rusak parah, maka yang akan menerima akibat berikutnya adalah manusia yang hidup disekelilingnya. Pengelolaan bahan galian tidak boleh serta merta bertujuan komersil saja, tetap harus dipegang rambu-rambu pemeliharaan lingkungan hidupnya.

Oleh sebab itu, ekspolitasi bahan galian merupakan bahaya laten bagi keberlangsungan kehidupan manusia di negeri kita pada masa depan. Bahaya laten eksploitasi bahan galian jauh lebih berbahaya 10 kali lipat ketimbang bahaya laten bom bunuh diri yang kita kenal sebagai “terorisme”.

Bila terorisme mengancam nyawa warga asing di negeri ini, tetapi eksploitasi bahan galian mengancam nyawa semua umat manusia yang hidup di atas bumi persada. Pertanyaannya adalah, kenapa berita terorisme begitu gencar di media kita, sedangkan berita ekspoitasi hanya ada sekadarnya? Mengapa pula penanganan pemerintah begitu serius terhadap terorisme sedangkan terhadap pengrusakan akibat eksplotasi begitu rendahnya? Ada apa di balik semua ini?

6. Bahaya Laten Propaganda Media

Media mempunyai peranan penting sejak zaman pra-kemerdekaan untuk menyuarakan semangat persatuan menuju Indonesia merdeka. Begitu pula ketika Indonesia sudah merdeka, media berperan dalam mendistribusikan berita kemerdekaan sebagai stimulan semangat kemandirian sebagai bangsa yang sudah berdiri di atas kaki sendiri. Maka, sekarangpun media memiliki peranan yang semakin penting dan semakin besar pengaruhnya.

Media adalah alat yang murah, mudah dan instan untuk menyetir pola pikir masyarakat terhadap kepentingan pemilik media, pemilik modal yang bisa membayar media, bahkan kepentingan pemerintah. Oleh sebab itu, media menjadi lahan subur penyebaran propaganda untuk kepentingan tertentu.

Propaganda akan semakin berbahaya bila penyusun skenarionya adalah pemerintah. Pertanyaan semacam “mengapa berita terorisme disiarkan 10 kali lipat lebih gencar ketimbang berita kerusakan alam oleh perusahaan tambang asing”, adalah satu indikasi adanya permainan kepentingan dibalik pembuat berita. Bahwa berita bisa dipesan, bahwa berita bisa dijegal, tergantung kepentingannya.

Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati, tidak boleh menelan mentah-mentah informasi yang ditayangkan di televisi dan dimuat di koran. Di era serba teknologi saat ini, keberadaan internet sangat membantu kita dalam mencari akurasi berita yang fair dan proporsional.

Sudah saatnya kita mengkampanyekan secara besar-besaran media internet untuk menjadi salah satu sumber informasi yang fair dan komprehensif. Agar masyarakat kita tidak dibutakan oleh propaganda media.

7. Bahaya Laten Degradasi Hutan

Hutan kita digunduli 3,8 juta hektar pertahun. Apa bahayanya? Kaitkan dengan seringnya longsor, banjir dan bencana kabut asap. Belum lagi bahaya global, efek rumah kaca dan berlubangnya lapisan ozon.

Pelaku pembalakan liar hutan-hutan kita mungkin tidak sadar bahwa tindakannya bisa mengancam keselamatan umat manusia, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Lalu, bagaimana bisa pemerintah adem ayem saja dengan kasus ini, karena tidak tahu, atau malah ada unsur komitmen fee (suap) yang telah dilakukan secara mengglobal dan telah menjadi lingkaran setan?

8. Bahaya Laten Sinetron

Dongeng-dongeng yang dibacakan kepada anak-anak dimasa kecilnya akan menjadi stimulasi inspirasi dan pembentukan watak serta sikap si anak kelak dikemudian hari. Di zaman modern, peran dongeng mulai digeser dengan keberadaan sinetron dan program televisi lainnya.

Sinetron kita banyak sekali mempertontonkan habbit kehidupan yang hedonis ditambah dengan kekurangdiperhatikannya etika seksual. Yang lebih parah lagi adalah bagaimana sinetron kita hampir-hampir tidak memiliki sisi edukasi sehingga tidak memiliki pesan moral didalam adegan-adegannya. Justru tema yang selama ini monoton, yakni kebencian, perebutan harta, sadisme membabi buta dihampir setiap judul sinetron.

Apabila kebencian, perebutan harta dan sadisme menjadi konsumi sehari-hari generasi penerus bangsa, maka sudah dapat diterka bahaya laten yang akan menjadi bom waktu bagi masa depan bangsa kita. Yakni watak dan sikap yang terbentuk dari hasil inspirasi kebencian, keserakahan dan sadisme. Betapa berbahayanya itu.

Padahal, kerjasama lintas sektoral antara deparetemen pendidikan, departemen komunikasi dan kementrian pemuda dan olahraga semestinya bisa membuat regulasi pengawasan program televisi dimana program-program yang tidak medidik, tidak bisa lolos sensor penayangan.

Kalau permasalahannya adalah sumber dana iklan bagi produser, dengan jumlah pendudk 230 juta jiwa, saya yakin regulasi seketat apapun, penyandang dana akan tetap masih mau menanamkan anggaran iklannya di media kita, tidak perlu mengobral murah space iklan, asal laku, tanpa mempedulikan content program.

9. Bahaya Laten Hedonis

Pemahaman yang masih berkembang di kalangan pemerintah dan pejabat (baca:bangsawan) negeri kita adalah bahwa citra bangsa kita akan baik dimata bangsa lain apabila fasilitas pejabat negeri kita baik, tercukupi dan mewah. Oleh karena itu, bagaimana pengadaan mobil dinas memilih spesifikasi yang mewah dengan mengabaikan faktor kemampuan anggaran. Sehingga kebutuhan rakyat terpinggirkan oleh anggaran belanja fasilitas pejabat.

Contoh lainnya adalah bagaimana pelantikan anggota dewan dilakukan secara mewah di tengah himpitan bencana nasional yang terjadi hampir bersamaan seolah-olah negeri ini bergelimang harta.

Budaya hedonisme bangsawan di negeri ini adalah penyulut rasa cemburu dan sakit hati kaum dhuafa yang semakin termarjinalkan. Mungkinkah slogan Persatuan akan terwujud apabila si kaya tidak bisa berempati terhadap si miskin dengan bersahaja, dan si miskin sibuk diliputi rasa iri dan cemburu, sehingga semangat untk produktif terabaikan.

10. Bahaya Laten Ketergantungan Impor

Kedelai impor, minyak impor, garam impor, bahkan singkongpun impor. Impor memang merupakan solusi yang cepat, ketimbang harus membuat produk di negeri sendiri, tentu membutuhkan waktu, modal dan resiko kegagalan. Namun demikian, bila negeri kita terus dininabobokan dengan kenyamanan mengimpor, sampai kapan kita akan terus terbelit beban utang karena rendahnya produktivitas sumber daya nasional kita?

Membiasakan impor berarti mematikan kebiasaan produktif, tetapi sebaliknya, menyuburkan kebiasaan konsumtif. Oleh karena itu, apabila ini tidak segera dibenahi, maka bangsa kita akan semakin lekat dengan mental kuli, dimana seseorang sudah merasa bangga bisa menjadi pegawai di perusahaan yang pemiliknya orang asing, serta tidak pernah terpikir dan berani menggunakan daya ciptanya untuk meng-create suatu produk yang dibutuhkan oleh pangsa dalam negeri, maupun digelontorkan ke pasar dunia.

Nah, kita tahu ada 10 bahaya yang mengancam negeri kita, bahkan lebih, tapi pertanyaannya sudahkah kita memasang kuda-kuda waspada? Mengapa pont pertama (komunis) dan kedua (bom bunuh diri) sangat santer diberitakan bahkan kita sering melihat slogan-slogan di spanduk “mari jadikan teroris sebagai musuh bersama” atau “teroris harus hengkang dari indonesia”, sedangkan kita tidak mendapat seruan dari pemerintah untuk membenci eksploitasi bahan galian, mengusir pelaku propaganda media, atau sekedar memberitakan bahaya liberalisme?

Kenapa teroris diberantas dengan begitu beringasnya, sementara sinetron yang alur ceritanya menteror mental dan untuk membenahinya hanya cukup dengan regulasi, tidak perlu membeli senjata api tetapi tidak dilakukan?

Kepada siapa sebetulnya pemerintah menjadi wakil dalam mengelola negeri ini? Kepada pemilik modal (korporasi asing)? Atau kepada rakyat? Kepentingan siapa sebetulnya yang pemerintah perjuangkan?

Senin, 05 Oktober 2009

3 hal dimana Indonesia lebih maju dari Jepang

Rumah Tahan Gempa
Jepang terkenal sebagai negeri yang akrab dengan Gempa, ternyata ada yang menyaingi, yakni Indonesia. Indonesia adalah negeri berpotensi gempa nomor 1 di dunia.


Di Jepang dikembangkan model konstruksi rumah tahan gempa, harganya mahal. Rumah konstruksi tahan gempa dari sterefoam harganya 300.000.000 (tiga ratus juta) per unitnya.

Sementara Indonesia, sudah sejak dari dulu ratusan tahun silam mengembangkan konstruksi rumah terbaik. Ya, rumah adat indonesia ternyata adalah model konstruksi bangunan tahan gempa, sudah terbukti di Nias, Padang, Tasikmalaya dan Yogyakarta.

Disamping murah harganya, rumah tahan gempa di Indonesia beraneka rupa bentuknya, ada yang beratap lancip (rumah gadang) hingga beratap tumpul (honai). Hebat ya..

Agama
88 persen (KTP) di Indonesia menyatakan muslim. Sementara di Jepang hanay 30% penduduknya saja yang mengaku beragama. Jepang adalah negara sekuler, agama tidak boleh mencampuri urusan negara, negara juga tidak boleh mencampuri urusan agama. Tidak ada departemen agama, tidak ada kloter haji pemerintah, tidak ada tempat2 peribadatan di instansi pemerintahan.


Berbeda kan dengan di Indonesia, masjid dimana-mana, hingga di setiap SPBU ada masjid. Pemerintah juga mengurusi perjalanan haji, sampai-sampai terkena korupsi penyelenggaraan haji pejabatnya.

Spirit Generasi Muda 
Konon ada massa yang disebut baby bomb, dimana jumlah kelahiran di Jepang sangat tinggi, sehingga penduduknya bertambah banyak, begitu juga dengan generasi mudanya beberapa waktu berikutnya. Karena pada bersaing, sehingga etos kerja mereka sangat bagus. Saking bagusnya mereka sampai lupa bikin anak, sehingga di periode lainnya ada kebalikan dari baby bomb dimana jumlah bayi yang dilahirkan sedikit, dan anak mudanyapun sedikit, karena anak mudanya sedikit, maka mereka besar dengan disayang-sayang, apalagi sedikitnya penduduk membuat negara makin makmur, sehingga mereka enjoy di zona nyaman.

so etos kerja merekapun letoy.

Sedangkan Indonesia, siapa yang nggak bekerja keras nggak bisa makan. Dan semua anak mudanya (yang sadar) terbakar semangatnya untuk mewujudkan Indonesia yang bangkit dari porak poranda krisis

Sabtu, 03 Oktober 2009

Jepang

Potensi sumberdaya alam Jepang kurang mendukung, karena kesuburan tanah hanya 12% yang dapat dipergunakan untuk pertanian. Namun demikian dengan adanya cukup air hujan, kerja yang sangat keras dan keterampilan yang tinggi, negeri ini cukup produktif dalam pertanian. Produksi padi mencapai dua sampai empat kali lipat rat-rata yang dihasilkan oleh negara-negara Asia Tenggara. Disamping daratan, laut disekitarnya merupakan aset ekonomi yang berharga . Sumber protein mereka adalah ikan dan rumput laut yang kaya vitamin. Pertambahan penduduk dan standar hidup cepat meningkat karena tumbuhnya industrialisasi. Sumber daya alam yang kecil membuat Jepang tergantung pada impor energi dan bahan mentah. Hal ini memaksa Jepang untuk mengembangkan pasaran luar negeri. Jepang merupakan importir terbesar dalam minyak , batubara, bijibesi dan biji logam lainnya, kapas wool, dan lain-lain. Keberhasilan dalam mengelola ketergantungan ini mrupakan salah satu kunci keberhasilan ekonomi Jepang dalam era globalisasi.



 *******



Sebuah doktrin penting yang mengilhami restorasi Meiji dan menjadi pandangan hidup orang Jepang tentang pentingnya pendidikan, dirumuskan pertama kali oleh Fukuzawa Yukichi, bapak pendidikan Jepang yang hidup pada zaman Meiji. Menurut Fukuzawa dalam bukunya berjudul Gakumon no Susume (Jepang: di antara Feodalisme dan Modernisasi), kedudukan manusia dalam suatu negara harus ditentukan oleh status pendidikannya, bukan oleh nilai-nilai yang dibawa sejak lahir sebagai warisan. Atas pemikiran dan upaya yang luar biasa dari Fukuzawa dalam merestorasi pendidikan Jepang, pemerintah Jepang hingga saat ini memberikan kehormatan tertinggi dengan menampilkan gambar Fukuzawa dalam nilai tertinggi dari mata uang Jepang, sepuluh ribu yen.

Kemajuan bangsa Jepang terus bertambah sesudah tentara pendudukan Amerika Serikat (AS) — setelah Jepang kalah perang pada PD II — banyak memberikan dorongan pada bangsa Jepang untuk mencurahkan perhatiannya pada bidang pendidikan. Struktur baru pendidikan yang dikembangkan Amerika Serikat dalam Cummings (1984), ada empat hal pokok yang dapat dijelaskan.

Pertama, sekolah dasar (SD) wajib selama enam tahun dan tidak dipungut biaya. Tujuannya untuk menyiapkan anak menjadi warga yang sehat, aktif menggunakan pikiran, dan mengembangkan kemampuan pembawaannya. Kedua, sesudah SD ada sekolah lanjutan pertama selama tiga tahun, bertujuan untuk mementingkan perkembangan kepribadian siswa, kewarganegaraaan, dan kehidupan dalam masyarakat serta mulai diberikan kesempatan belajar bekerja.

Ketiga, setelah sekolah lanjutan pertama, ada sekolah lanjutan selama tiga tahun. Bertujuan untuk menyiapkan siswa masuk perguruan tinggi dan memperoleh keterampilan kerja. Keempat, universitas harus berperan secara potensial dalam mengembangkan pikiran liberal dan terbuka bagi siapa saja, bukan pada sekelompok orang. Munculnya struktur baru pendidikan di Jepang yang di kembangkan Amerika Serikat, merupakan bentuk “revisi” dari struktur pendidikan lama yang sudah ada sebelum Perang Dunia II.

Saat ini wajib belajar masih dijalankan dengan ketat dijepang dari SD sampai SMA, sehingga tidak heran hampir 100 persen penduduk Jepang tamat SMA dan hampir tidak ada yang buta hurup, artinya hampir 100 persen penduduk Jepang dapat membaca kanji yang jumlahnya sekitar 3000 kanji beserta kombinasi berikut cara bacanya.

Sebagian besar lulusan SMA di Jepang melanjutkan ke universitas atau sekolah kejuruan. Ada juga universitas terbuka istilahnya “Hosyo daigaku” yang perkuliahannya dilakukan melalui TV swasta khusus selama 18 jam nonstop setiap hari, dan materinya diberikan oleh profesor-profesor yang cukup terkenal diseluruh Jepang. Prosentase lulusan S-1 yang melanjutkan S-2 sangat besar, contohnya apa yang dilakukan oleh Osaka University, hampir 70 persen mahasiswa S-1 diuniversitas ini melanjutkan S-2, dan 10 persen ke S-3. Karena wajib belajar, uang sekolah dan fasilitas lainnya dari SD sampai SMP terutama untuk keluarga menengah kebawah menjadi kewajiban negara .

Investasi yang ditanamkan Jepang untuk pendidikan sangat besar namun hasil yang diperolah dari investasi tersebut sangat signifikan, sebagaimana yang kita lihat tentang Jepang sekarang ini dengan GNP melebihi 34.000 USD (Indonesia 700 USD). Korelasi antara majunya pendidikan Jepang dan kemajuan industrinya benar-benar terwujud. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan bangsa Jepang tumbuh menjadi negara industri utama di Asia, yang kedudukannya sejajar dengan bangsa Barat lain seperti Inggris maupun Prancis.

Di samping itu, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh The Political and Economic Risk Consultancy (PERC), lembaga konsultan yang berkedudukan di Hong Kong pada akhir tahun 2001 (Republika, 03/05/02) menempatkan Jepang dalam urutan ketiga di bawah Korea Selatan dan Singapura, dalam Human Development Index atau indeks pembangunan manusia (IPM).




*****

Jumat, 02 Oktober 2009

Teroris sesungguhnya adalah Pemerintah (2)

Bom bunuh diri adalah tindak kejahatan, saya tidak memungkiri itu. Kejahatan yang sama nilainya dengan penganiayaan hingga mati TKI kita dimalaysia. Pelemparan granat ke nelayan tradisional kita yang tersesat hingga memasuki zona teritory Australia oleh tentara sana.

Seandainya pemerintah tidak memblowup isu terorisme, apakah bom bunuh diri itu lebih berbahaya ketimbang kecelakaan transportasi umum akibat kelalaian manusia bagi kita? Kalau tidak digembor2kan begitu ramai, apakah meledaknya bom lebih menakutkan bagi kita ketimbang banjir akibat digundulinya hutan2 kita dengan tingkat degradasi 2,8 juta hektar pertahun?


Pelaku bom bunuh diri salah. Pemerintah yang membiarkan isu terblow up sedemikian rupa juga salah.Pesantren menjadi dicurigai, bahkan persis kasus jenazah yang diduga terlibat PKI tidak diterima masyarakat untuk dikubur, sekarang jenazah perakit bom juga tidak diterima oleh masyarakat.


Setelah meneror dengan pembiaran content sinetron-sinetron kita yang bermuatan kekejaman dan dendam, pemerintah tega ya meracuni pikiran rakyatnya sendiri agar antipati ke pesantren, mencurigai para ulama.


tolong pemerintah, STOP TERORmu!

Teroris sesungguhnya adalah Pemerintah (1)

Komunisme itu berbeda dengan Pancasila, tetapi tidak berarti berseberangan. Orang-orang komunis yang berkiblat ke Blok Timur pada masa perang dingin ternyata lebih peduli terhadap rakyat yang kondisinya pada waktu itu miskin dan memprihatinkan, setidaknya lebih peduli ketimbang imperialis barat.


Orang-orang pro-rakyat yang sosialis-komunis itu berkoloni dan membentuk partai, PKI namanya. Sebagai organisasi, banyak kurang dan lebih pasti didalamnya. Dengan dalih kudeta, PKI ditumpas, bahkan orang-orang yang diduga terlibat juga dibantai hingga mati, tak kurang dari 3 juta jumlahnya.

Pimpinannya dibunuh tanpa ada kesempatan bersuara, atas tuduhan pembunuhan 7 Jenderal Revolusi yang katanya disiksa, padahal ternyata itu tidak benar, di pelajaran PMP dan PPKn kita, dan anak-anak lugu negeri ini diminta untuk membenci PKI dan ditakut2i dengan bahaya laten komunis.

Komnasham! Kapan sejarah akan diluruskan?