Selasa, 21 Juli 2009

Pelanggaran Nyata-Nyata terhadap Pancasila & UUD 1945

 1. PELANGGARAN TERHADAP UUP 1945


PASAL 33 yang berbunyi "Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung di Dalamnya Dikuasai Oleh Negara", diabaikan dengan sengaja, diantaranya adalah dengan penerbitan produk Undang-Undang yang bertentangan dengan pasal UUD tersebut, yakni UU Migas, disamping penyelenggaraan proyek-proyek raksasa pengerukan mineral dalam bumi yang hanya menyisakan sedikit keuntungan untuk negara dan nyata-nyata merusak lingkungan hayati sekelilingnya. Pemerintah mengabaikan ekses negatif itu.


"UU Migas mengandung banyak pasal kontroversial. UU Migas membuka sektor migas, baik hulu maupun hilir, ke mekanisme pasar bebas, yang diatur dan diawasi oleh BP Migas dan BPH Migas," kata
Ketua Panja BP Migas dan BPH Migas, Sutan Bhatoeghana.

UU Migas mengabaikan kepentingan nasional dengan menyerahkan hak negara untuk mengelola dan memasarkan minyak, gas bumi, serta hasil migas lainnya, yang merupakan bagian negara dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) kepada pihak swasta, baik asing maupun nasional, termasuk broker dan oil trader.

Melalui status hukum BP Migas, yang bukan badan usaha, sebenarnya BP Migas hanya berhak menunjuk penjual minyak dan gas, yang menjadi bagian negara, dan tidak menjual sediri.

BP Migas sebaiknya diubah menjadi badan usaha milik negara (BUMN), yang memegang seluruh kuasa hasil pertambangan migas nasional dan melaksanakan pemasaran bagian negara.

Mengutip almarhum pakar migas, Ramses O Hutapea, UU Migas gagal meningkatkan nilai setinggi-tingginya minyak dan gas bumi yang menyerahkan hak untuk menjual hasil migas ke pihak swasta. Akibat hasil migas nasional diserahkan kepada pihak swasta, tidak ada lagi kedaulatan negara mengelola sumber daya alamnya sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33.

Ini dibuktikan dengan penunjukan BP Tangguh sebagai pengembang kilang dan penjual LNG Tangguh yang merugikan negara.

UU Migas harus diubah secara menyeluruh, mengikuti pengertian "dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" melalui peran BUMN sebagai mitra KKKS.




2. PELANGGARAN TERHADAP PANCASILA

Sila keempat berbunyi "Kerakyatan yang Dimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan/perwakilan".


Dari sila itu kita bisa menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pilpres langsung bukanlah suatu prestasi kemajuan kita dalam berbangsa, kenapa? karena dalam proses mengajak rakyat mencontreng calon pemimpinnya, tidak diimbangi dengan pendidikan politik yang memadai. secara kasar bisa disebutkan bahwa rakyat tetap dibiarkan bodoh, tidak benar-benar mengeti tentang kepemimpinan, kebangsaan dan politik, sehingga mayoritas memiliki potensi untuk memilih secara tidak rasional. hanya berdasarkan pencitraan dan figur, bukan berdasarkan visi dan performa.


Pemilu telah membuang banyak uang, tetapi sebenarnya pemilu langsung telah mengabaikan peran permusyawaratan/perwakilan. Seharusnya sistem pemilihan legislasi yang dilakjsanakan lebih cermat, bersih dan smart, bukan semata-mata menghuyun-huyunkan suara rakyat yang notabenenya tidak tahu banyak tentang kandidat2nya, mereka hanya dimanfaatkan untuk menjadi legitimator kekuasaan.


Pilpres langsung akan berjalan benar bila jauh-jauh tahun sebelum pencontrengan, rakyat telah dicerdaskan terlebih dahulu.





Dari Suara Pembaharuan dan beberapa sumber lainnya

selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam

Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng. Begitulah setidaknya menurut Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Anekdot mantan presiden RI ini sekaligus sindiran karena cuma Hoegeng satu-satunya polisi jujur. Tapi, sebenarnya tahukah Anda, siapa Hoegeng?

Inilah episode special Kick Andy yang akan mengingatkan kembali pada sosok Hoegeng, seorang aparat yang jujur, antisuap, dan sarat dengan disiplin.

Hoegeng yang bernama lengkap Hoegeng Iman Santoso adalah Kapolri di tahun 1968-1971. Ia juga pernah menjadi Kepala Imigrasi (1960), dan juga pernah menjabat sebagai menteri di jajaran kabinet era Soekarno. Kedisiplinan dan kejujuran selalu menjadi simbol Hoegeng dalam menjalankan tugasnya di manapun.

Misalnya, ia pernah menolak hadiah rumah dan berbagai isinya saat menjalankan tugas sebagai Kepala Direktorat Reskrim Polda Sumatera Utara tahun 1956. Ketika itu, Hoegeng dan keluarganya lebih memilih tinggal di hotel dan hanya mau pindah ke rumah dinas, jika isinya hanya benar-benar barang inventaris kantor saja. Semua barang-barang luks pemberian itu akhirnya ditaruh Hoegeng dan anak buahnya di pinggir jalan saja. “ Kami tak tahu dari siapa barang-barang itu, karena kami baru datang dan belum mengenal siapapun,” kata Merry Roeslani, istri Hoegeng yang hadir di studio Kick Andy.

Polisi Kelahiran Pekalongan tahun 1921 ini, sangat gigih dalam menjalankan tugas. Ia bahkan kadang menyamar dalam beberapa penyelidikan. Kasus-kasus besar yang pernah ia tangani antara lain, kasus pemerkosaan Sum tukang jamu gendong atau dikenal dengan kasus Sum Kuning, yang melibatkan anak pejabat. Ia juga pernah membongkar kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi, yang notabene dekat dengan keluarga Cendana.

Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh Soeharto. Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak. Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.

“Begitu dipensiunkan, Bapak kemudian mengabarkan pada ibunya. Dan ibunya hanya berpesan, selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam,” ujar Roelani. “Dan kata-kata itulah yang menguatkan saya,” tambahnya.

Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran. Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri. “Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.

Aditya, Reni, dan Ayu, putra Hoegeng yang hadir di studio, menceritakan pengalaman berharga mereka ketika menjadi seorang anak pejabat. Misalnya, Adytia bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.

Reni memiliki cerita lain, yakni sering sekali terlambat sekolah karena jika terjadi kemacetan di pagi hari, sang ayah sering turun ke jalan mengatur lalu lintas terlebih dahulu. Masih banyak kisah-kisah yang sarat makna di ceritakan oleh istri, putra putri Hoegeng, serta sejumlah temannya di tayangan ini. Kisah ketegasan dan kesederhanaan Hoegeng sebagai seorang pengabdi masyarakat.

Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.

Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis. Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500!

Kepada Kick Andy, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000. Setelah memasuki masa pensiun, Hoegeng sempat mengisi acara di Radio Elshinta, namun tak lama acaranya ditutup karena dianggap terlalu pedas.

Hoegeng kemudian membesarkan kembali musik Hawaiian yang terkenal dengan nama “Hawaiian Senior” dan mengisi acara di TVRI selama 10 tahun. Acara itupun kemudian “dibredel” oleh pemerintah dengan alasan tidak mencerminkan budaya nasional Indonesia. Hoegeng yang kemudian bergabung dengan kelompok petisi 50, tampaknya memang memiliki banyak ganjalan dalam berkiprah di negeri ini.

Musik Hawaiin memiliki makna tersendiri untuk Merry sang istri. Karena mereka sering bermain musik hawaiin bersama-sama. Hoegeng sendiri pernah ke Pulau Hawaii dalam rangka tugas, tapi sang istri yang sangat-sangat ingin pergi ke pulau itu tak pernah diajaknya. “Kami sudah sepakati bahwa saat Bapak tugas, saya sebagai istri tak perlu ikut,” ujar Merry yang mengaku memiliki sahabat di Pulau milik Amerika itu.

Merry memang sosok istri yang tulus. Bahkan mantan ketua YLKI yang juga peneliti bidang kepolisian, Zumrotin yang hadir di studio, memuji ketulusan sosok Merry yang berbeda dengan kebanyakan istri pejabat, terutama di masa kini.

Sumber : Kick Andy

Senin, 20 Juli 2009

Mari Jalan-jalan ke Freeport: Cerita Mantan Kuli (1)

Siapa tak tahu Freeport, tambang tembaga dan emas terbesar yang diusahakan di Indonesia. Beberapa hari belakangan, kisruh sedang melanda disana.

Beberapa orang menjadi korban penembakan yang pelakunya hingga sekarang masih dikejar. Tak cukup dengan itu, dua petinggi nya juga menjadi korban luka dalam peristiwa pemboman Mega Kuningan beberapa waktu lalu.

Jika mendengar Freeport, kebanyakan akan segera membayangkan tambang terbuka raksasa beserta truk ukuran besar yang lalu lalang beroperasi. Sama sekali tidak salah. Hingga hari ini, Grasberg -tambang terbuka yang diusahakan Freeport- masih menjadi pemasok produksi terbesar.

Sebagai ilustrasi, Grasberg adalah tambang terbuka yang terletak di kisaran 4000 meter diatas permukaan laut. Bisa dibayangkan ketinggiannya, bahkan gunung tertinggi di Jawa (Semeru) masih berada di kisaran 3000 meter.

Karena letak yang begitu tinggi, kabut hampir sepanjang hari menggelayut. Hujan hampir dipastikan jadi peristiwa harian. Ini belum termasuk kadar oksigen yang lebih tipis dibanding jika tinggal dekat permukaan laut. Butuh waktu untuk beradaptasi dengan tipisnya oksigen ini. Sesak napas, pusing, napas yang lebih cepat, adalah beberapa keluhan awal yang sering dialami para karyawan baru.

Grasberg bisa dicapai melalui 2 cara: jalan darat dan menggunakan tram. Jalan darat ini hanya berupa jalan tanah yang dikeraskan. Pengemudi harus benar-benar trampil karena kondisi yang amat menantang.
Tram

Tram

Ini disebabkan banyak bagian yang menanjak curam, jalan yang berkelok, dan jurang di salah satu sisi jalan. Kendaraan pun mesti dalam kondisi prima agar mampu melibas setiap tanjakan dan kelokan.

Selain menggunakan jalan normal, Grasberg juga bisa dicapai dengan menggunakan tram. Tram adalah istilah untuk menyebut kereta gantung sebagaimana bisa kita lihat di TMII. Tentu saja tram yang digunakan di Freeport berukuran lebih besar. Tram ini bisa menampung hingga 100an orang sekali angkut.

Perjalanan menggunakan tram butuh waktu 10-15 menit. Yang bikin merinding, tak ada satu pun tiang diantara dua terminal. Jadi tram digantung semata mengandalkan pada konstruksi kawat tanpa bantuan tiang tambahan kecuali dua tiang di masing-masing terminal.

Paling menegangkan adalah saat tram sedang berada di tengah perjalanan dan tiba-tiba mesin rusak. Terayun-ayunlah para penumpang di ketinggian. Kalau kerusakan hanya beberapa menit sih bukan masalah, lha kalau perbaikan butuh beberapa jam?

Oleh Syafril Hernend

Jumat, 17 Juli 2009

Depo KA Terbesar di Asia Tenggara


Depo kereta api terbesar di Asia Tenggara adalah depo kereta yang dibangun di Depok, Jawa Barat baru-baru ini

Terowongan Ijo (Ijo Tunnel)

Letaknya di Rowokele, Kebumen. Terowongan ini dibangun di jaman Belanda pada 1885-1886, dengan sistem kerja paksa terowongan ini sudah menelan banyak jiwa.

Kalau naik kereta dari Jogja ke arah Jakarta pasti lewat terowongan ini. Tempat ini pernah dipakai untuk syuting film perjuangan tahun 80-an, yang terkenal, judulnya "Kereta Api Terakhir"..




Ada yang lebih panjang dari terowongan ini, melengkung pula, namanya Terowongan Sasak Saat, di Jawa Barat.



Berani jalan-jalan masuk ke dalam terowongan yang ngepas buat lewat kereta itu? Tak usah kuwatir, di dalamnya ada tempat berlindungnya kok, namanya 'sleko'... wah ingin merasakan sensasinya, getaran rell, klaksin kereta, deru mesin dan sorot lokomotif... seperti apa ya? besok2 kita coba

Sudah sepantasnya negeri kita mengembangkan teknologi perkeretaapian, agar bisa mengalahkan Jepang, juga Inggris dan Prancis. Saya membayangkan, bagaimana ya kalau pada saat nanti dibangun rel kereta tanpa putus, dari Sabang sampai Merauke...? sambung-menyambung menjadi satu, itulah Indonesia.

Kan ada lautnya, bagaimana tuh? kenapa mesti bingung, Inggris dan Perancis saja bisa membuat terowongan panjangnya 50,45 km yang merupakan terpanjang di dunia dan 39 km diantaranya ada di bawah laut. keren... Namanya Channel Tunnel atau orang menyebutnya Chunnel



Ini rute yang kalau kereta lewat cukup 20 menit saja sampai dari Perancis ke Inggris dan sebaliknya



Kalau mereka bisa, kenapa Indonesia tak bisa? kan disini banyak petani, tiap petani punya cangkul, berdayakan saja untuk membuat terowongan menembus bukit dan menggerus dasar laut.

Ah, tapi repot, kalau begitu suruh saja para sarjana membuat mesin bor yang canggih agar cepat selesai, nih, nyontek punya mereka juga bisa



Bor segede tangki BBM yang dipakai di Channel Tunnel.



Selasa, 14 Juli 2009

Bikinan Orang Indonesia


Ini bukan foto, ini adalah hasil olah gambar yang dibikin dengan

Software: After Effects, Maya, mental ray, Photoshop, XSI, ZBrush.

Yang bikin namanya Ingrid Bergman, orang Indonesia uy...

(sumber : http://forums.cgsociety.org/showthread.php?t=624956 dari Mas Eko Laksono)


Indonesia Punya Senjata Pemusnah Massal

Tahu kah kamu, indonesia adalah salah satu negara pemilik senjata pemusnah masal terkuat di dunia
lebih kuat dari pada bom atom yang meluluh lantakan hirosima dan nagasaki
lebih mematikan dari pada senjata biokimia milik rusia
lebih menghacurkan dari pada nuklir milik irak dan korea utara
lebih dahsyat dari pada kekuatan 10.000 kali rudal balistic milik amerika, ame rini, bahkan ame siti

senjata ini tidak hanya memberika efek rusak secara fisik, tapi juga psikis, mental, mindset dan prilaku
senjata pemusnah masal milik indonesia disebut dengan
SINETRON

(fikry)

Kali Sunter


Kenapa sungai-sungai di Jakarta begitu kotor, bandingkan dengan sungai di kampung-kampung. Salah satu sebabnya pastilah karena distribusi sampah begitu besar dan mengerikan disana, akibatnya, jangan salah bila sungai menjadi mampet, vakum, hitam dan bau menyengat.

Orang kaya yang berkeliaran disekelilingnya pastilah tidak merasa, kaca mobil yang tipis dan parfunm AC cukup untuk mengusir bau menyengat memuakkan dari aliran air yang tidak mengalir itu.

Pertanyaannya, apakah permasalahan sungai, air, sampah dan banjir adalah hal baru di negeri ini? hm, kenapa juga tak kunjung selesai. Apa bangsa ini pemerintahannya kurang staf? apa bangsa ini kurang orang pandai?

Sebenarnya pemerintah daerah memang tidak mampun memanggil teknokrat dengan teknologi yang mampu mengatasi masalah sungai ini, atau pemerintah daerah enggan menyelesaikannya?

Tidak mampu apa tidak mau? dinomerberapakan kemakmuran rakyat diprioritaskan?

Kamis, 09 Juli 2009

Tidak Benar Belanda Menjajah 350 Tahun Lamanya


Masyarakat awam selalu mengatakan bahwa kita dijajah Belanda selama 350 tahun. Benarkah demikian? Untuk ke sekian kalinya, harus ditegaskan bahwa “Tidak benar kita dijajah Belanda selama 350 tahun”. Masyarakat memang tidak bisa disalahkan karena anggapan itu sudah tertulis dalam buku-buku pelajaran sejarah sejak Indonesia merdeka! Tidak bisa disalahkan juga ketika Bung Karno mengatakan, “Indonesia dijajah selama 350 tahun!” Sebab, ucapan ini hanya untuk membangkitkan semangat patriotisme dan nasionalisme rakyat Indonesia saat perang kemerdekaan (1946-1949) menghadapi Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia.

Bung Karno menyatakan hal ini agaknya juga untuk meng-counter ucapan para penguasa Hindia Belanda. De Jong, misalnya, dengan arogan berkata, “Belanda sudah berkuasa 300 tahun dan masih akan berkuasa 300 tahun lagi!” Lalu Colijn yang dengan pongah berkoar, “Belanda tak akan tergoyahkan karena Belanda ini sekuat (Gunung) Mount Blanc di Alpen.”

Tulisan ini akan menjelaskan bahwa anggapan yang sudah menjadi mitos itu, tidak benar. Mari kita lihat sejak kapan kita (Indonesia) dijajah dan kapan pula penjajahan itu berakhir.

Kedatangan penjajah

Pada 1511, Portugis berhasil menguasai Malaka, sebuah emporium yang menghubungkan perdagangan dari India dan Cina. Dengan menguasai Malaka, Portugis berhasil mengendalikan perdagangan rempah-rempah seperti lada, cengkeh, pala, dan fuli dari Sumatra dan Maluku. Pada 1512, D`Albuquerque mengirim sebuah armada ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Dalam perjalanan itu mereka singgah di Banten, Sundakalapa, dan Cirebon. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara, akhirnya tiba juga di Ternate.

Di Ternate, Portugis mendapat izin untuk membangun sebuah benteng. Portugis memantapkan kedudukannya di Maluku dan sempat meluaskan pendudukannya ke Timor. Dengan semboyan “gospel, glory, and gold” mereka juga sempat menyebarkan agama Katolik, terutama di Maluku. Waktu itu, Nusantara hanyalah merupakan salah satu mata rantai saja dalam dunia perdagangan milik Portugis yang menguasai separuh dunia ini (separuh lagi milik Spanyol) sejak dunia ini dibagi dua dalam Perjanjian Tordesillas tahun 1493. Portugis menguasai wilayah yang bukan Kristen dari 100 mil di sebelah barat Semenanjung Verde, terus ke timur melalui Goa di India, hingga kepulauan rempah-rempah Maluku. Sisanya (kecuali Eropa) dikuasai Spanyol.

Sejak dasawarsa terakhir abad ke-16, para pelaut Belanda berhasil menemukan jalan dagang ke Asia yang dirahasiakan Portugis sejak awal abad ke-16. Pada 1595, sebuah perusahaan dagang Belanda yang bernama Compagnie van Verre membiayai sebuah ekspedisi dagang ke Nusantara. Ekpedisi yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman ini membawa empat buah kapal. Setelah menempuh perjalanan selama empat belas bulan, pada 22 Juni 1596, mereka berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Inilah titik awal kedatangan Belanda di Nusantara.

Kunjungan pertama tidak berhasil karena sikap arogan Cornelis de Houtman. Pada 1 Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim kembali rombongan perdagangannya ke Nusantara di bawah pimpinan Jacob van Neck, van Heemskerck, dan van Waerwijck. Dengan belajar dari kesalahan Cornelis de Houtman, mereka berhasil mengambil simpati penguasa Banten sehingga para pedagang Belanda ini diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten. Ketiga kapal kembali ke negerinya dengan muatan penuh. Sementara itu, kapal lainnya meneruskan perjalanannya sampai ke Maluku untuk mencari cengkih dan pala.

Dengan semakin ramainya perdagangan di perairan Nusantara, persaingan dan konflik pun meningkat. Baik di antara sesama pedagang Belanda maupun dengan pedagang asing lainnya seperti Portugis dan Inggris. Untuk mengatasi persaingan yang tidak sehat ini, pada 1602 di Amsterdam dibentuklah suatu wadah yang merupakan perserikatan dari berbagai perusahaan dagang yang tersebar di enam kota di Belanda. Wadah itu diberi nama Verenigde Oost-Indische Compagnie (Serikat Perusahaan Hindia Timur) disingkat VOC.

Pemerintah Kerajaan Belanda (dalam hal ini Staaten General), memberi “izin dagang” (octrooi) pada VOC. VOC boleh menjalankan perang dan diplomasi di Asia, bahkan merebut wilayah-wilayah yang dianggap strategis bagi perdagangannya. VOC juga boleh memiliki angkatan perang sendiri dan mata uang sendiri. Dikatakan juga bahwa octrooi itu selalu bisa diperpanjang setiap 21 tahun. Sejak itu hanya armada-armada dagang VOC yang boleh berdagang di Asia (monopoli perdagangan).

Dengan kekuasaan yang besar ini, VOC akhirnya menjadi “negara dalam negara” dan dengan itu pula mulai dari masa Jan Pieterszoon Coen (1619-1623, 1627-1629) sampai masa Cornelis Speelman (1681-1684) menjadi Gubernur Jenderal VOC, kota-kota dagang di Nusantara yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah berhasil dikuasai VOC. Batavia (sekarang Jakarta) menjadi pusat kedudukan VOC sejak 1619, Ambon dikuasai tahun 1630. Beberapa kota pelabuhan di Pulau Jawa baru diserahkan Mataram kepada VOC antara tahun 1677-1705. Sementara di daerah pedalaman, raja-raja dan para bupati masih tetap berkuasa penuh. Peranan mereka hanya sebatas menjadi “tusschen personen” (perantara) penguasa VOC dan rakyat.

“Power tends to Corrupt.” Demikian kata Lord Acton, sejarawan Inggris terkemuka. VOC memiliki kekuasaan yang besar dan lama, VOC pun mengalami apa yang dikatakan Lord Acton. Pada 1799, secara resmi VOC dibubarkan akibat korupsi yang parah mulai dari “cacing cau” hingga Gubernur Jenderalnya. Pemerintah Belanda lalu menyita semua aset VOC untuk membayar utang-utangnya, termasuk wilayah-wilayah yang dikuasainya di Indonesia, seperti kota-kota pelabuhan penting dan pantai utara Pulau Jawa.

Selama satu abad kemudian, Hindia Belanda berusaha melakukan konsolidasi kekuasaannya mulai dari Sabang-Merauke. Namun, tentu saja tidak mudah. Berbagai perang melawan kolonialisme muncul seperti Perang Padri (1821-1837), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Aceh (1873-1907), Perang di Jambi (1833-1907), Perang di Lampung (1834-1856), Perang di Lombok (1843-1894), Perang Puputan di Bali (1846-1908), Perang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (1852-1908), Perlawanan di Sumatra Utara (1872-1904), Perang di Tanah Batak (1878-1907), dan Perang Aceh (1873-1912).

Peperangan di seluruh Nusantara itu baru berakhir dengan berakhirnya Perang Aceh. Jadi baru setelah tahun 1912, Belanda benar-benar menjajah seluruh wilayah yang kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia (kecuali Timor Timur). Jangan lupa pula bahwa antara 1811-1816, Pemerintah Hindia Belanda sempat diselingi oleh pemerintahan interregnum (pengantara) Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.

Saat-saat akhir

Pada 7 Desember 1941, Angkatan Udara Jepang di bawah pimpinan Laksamana Nagano melancarkan serangan mendadak ke pangkalan angkatan laut AS di Pearl Harbour, Hawaii. Akibat serangan itu kekuatan angkatan laut AS di Timur Jauh lumpuh. AS pun menyatakan perang terhadap Jepang. Demikian pula Belanda sebagai salah satu sekutu AS menyatakan perang terhadap Jepang.

Pada 18 Desember 1941, pukul 06.30, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer melalui radio menyatakan perang terhadap Jepang. Pernyataan perang tersebut kemudian direspons oleh Jepang dengan menyatakan perang juga terhadap Pemerintah Hindia Belanda pada 1 Januari 1942. Setelah armada Sekutu dapat dihancurkan dalam pertempuran di Laut Jawa maka dengan mudah pasukan Jepang mendarat di beberapa tempat di pantai utara Pulau Jawa.

Pemerintah Kolonial Hindia Belanda memusatkan pertahanannya di sekitar pegunungan Bandung. Pada waktu itu kekuatan militer Hindia Belanda di Jawa berjumlah empat Divisi atau sekitar 40.000 prajurit termasuk pasukan Inggris, AS, dan Australia. Pasukan itu di bawah komando pasukan sekutu yang markas besarnya di Lembang dan Panglimanya ialah Letjen H. Ter Poorten dari Tentara Hindia Belanda (KNIL). Selanjutnya kedudukan Pemerintah Kolonial Belanda dipindahkan dari Batavia (Jakarta) ke Kota Bandung.

Pasukan Jepang yang mendarat di Eretan Wetan adalah Detasemen Syoji. Pada saat itu satu detasemen pimpinannya berkekuatan 5.000 prajurit yang khusus ditugasi untuk merebut Kota Bandung. Satu batalion bergerak ke arah selatan melalui Anjatan, satu batalion ke arah barat melalui Pamanukan, dan sebagian pasukan melalui Sungai Cipunagara. Batalion Wakamatsu dapat merebut lapangan terbang Kalijati tanpa perlawanan berarti dari Angkatan Udara Inggris yang menjaga lapangan terbang itu.

Pada 5 Maret 1942, seluruh detasemen tentara Jepang yang ada di Kalijati disiapkan untuk menggempur pertahanan Belanda di Ciater dan selanjutnya menyerbu Bandung. Akibat serbuan itu tentara Belanda dari Ciater mundur ke Lembang yang dijadikan benteng terakhir pertahanan Belanda.

Pada 6 Maret 1942, Panglima Angkatan Darat Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten memerintahkan Komandan Pertahanan Bandung Mayor Jenderal J. J. Pesman agar tidak mengadakan pertempuran di Bandung dan menyarankan mengadakan perundingan mengenai penyerahan pasukan yang berada di garis Utara-Selatan yang melalui Purwakarta dan Sumedang. Menurut Jenderal Ter Poorten, Bandung pada saat itu padat oleh penduduk sipil, wanita, dan anak-anak, dan apabila terjadi pertempuran maka banyak dari mereka yang akan jadi korban.

Pada 7 Maret 1942 sore hari, Lembang jatuh ke tangan tentara Jepang. Mayjen J. J. Pesman mengirim utusan ke Lembang untuk merundingkan masalah itu. Kolonel Syoji menjawab bahwa untuk perundingan itu harus dilakukan di Gedung Isola (sekarang gedung Rektorat UPI Bandung). Sementara itu, Jenderal Imamura yang telah dihubungi Kolonel Syoji segera memerintahkan kepada bawahannya agar mengadakan kontak dengan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer untuk mengadakan perundingan di Subang pada 8 Maret 1942 pagi. Akan tetapi, Letnan Jenderal Ter Poorten meminta Gubernur Jenderal agar usul itu ditolak.

Jenderal Imamura mengeluarkan peringatan bahwa “Bila pada 8 Maret 1942 pukul 10.00 pagi para pembesar Belanda belum juga berangkat ke Kalijati maka Bandung akan dibom sampai hancur.” Sebagai bukti bahwa ancaman itu bukan sekadar gertakan, di atas Kota Bandung tampak pesawat-pesawat pembom Jepang dalam jumlah besar siap untuk melaksanakan tugasnya.

Melihat kenyataan itu, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Tjarda beserta para pembesar tentara Belanda lainnya berangkat ke Kalijati sesuai dengan tanggal dan waktu yang telah ditentukan. Pada mulanya Jenderal Ter Poorten hanya bersedia menyampaikan kapitulasi Bandung. Namun, karena Jenderal Imamura menolak usulan itu dan akan melaksanakan ultimatumnya. Akhirnya, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Tjarda menyerahkan seluruh wilayah Hindia Belanda kepada Jepang tanpa syarat. Keesokan harinya, 9 Maret 1942 pukul 08.00 dalam siaran radio Bandung, terdengar perintah Jenderal Ter Poorten kepada seluruh pasukannya untuk menghentikan segala peperangan dan melakukan kapitulasi tanpa syarat.

Itulah akhir kisah penjajahan Belanda. Setelah itu Jepang pun menduduki Indonesia hingga akhirnya merdeka 17 Agustus 1945. Jepang hanya berkuasa tiga tahun lima bulan delapan hari.

Analisis

Berdasarkan uraian di atas, kita bisa menghitung berapa lama sesungguhnya Indonesia dijajah Belanda. Kalau dihitung dari 1596 sampai 1942, jumlahnya 346 tahun. Namun, tahun 1596 itu Belanda baru datang sebagai pedagang. Itu pun gagal mendapat izin dagang. Tahun 1613-1645, Sultan Agung dari Mataram, adalah raja besar yang menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, dan Blambangan. Jadi, tidak bisa dikatakan Belanda sudah menjajah Pulau Jawa (yang menjadi bagian Indonesia kemudian).

Selama seratus tahun dari mulai terbentuknya Hindia Belanda pascakeruntuhan VOC (dengan dipotong masa penjajahan Inggris selama 5 tahun), Belanda harus berusaha keras menaklukkan berbagai wilayah di Nusantara hingga terciptanya Pax Neerlandica. Namun, demikian hingga akhir abad ke-19, beberapa kerajaan di Bali, dan awal abad ke-20, beberapa kerajaan di Nusa Tenggara Timur, masih mengadakan perjanjian sebagai negara bebas (secara hukum internasional) dengan Belanda. Jangan pula dilupakan hingga sekarang Aceh menolak disamakan dengan Jawa karena hingga 1912 Aceh adalah kerajaan yang masih berdaulat. Orang Aceh hanya mau mengakui mereka dijajah 33 tahun saja.

Kesimpulannya, tidak benar kita dijajah Belanda selama 350 tahun. Yang benar adalah, Belanda memerlukan waktu 300 tahun untuk menguasai seluruh Nusantara. ***

Oleh Nina Herlina L

Penulis, Guru Besar Ilmu Sejarah Unpad/Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat/Ketua Pusat Kebudayaan Sunda Fakultas Sastra Unpad.

(serbasejarah.wordpress.com)

Dari Pantainya Saja


Sebuah pantai yang cukup Indah, dengan nuansa cakrawala samudera Hindia, lautan selatan Jawa pantai ini terhampar, Widarapayung Beach namanya.

Menarik, di pantai ini ticket masuknya sangat murah, peron gerbangnya hanya dari palang sederhana. Konon, vendor pengelola pantai ini adalah para Preman setempat. Sungguh sebuah tempat wisata masyarakat yang eksotik nan ekonomis, bukan?

Namun, sepintas saya bertanya, ada pantai seindah ini tapi kenapa penduduk disekelilingnya masih rata-rata berekonomi menengah ke bawah? Seberapa besar kontribusi pantai ini terhadap bangsa dalam hal ini pendapatan asli daerah (PAD) Cilacap tentunya.

Hitung dihitung, berapa si pendapatan dari ticket masuk yang dikelola oleh sang vendor?berapa yang disetorkan kepada negara? dan berapa tingkat transparansi keuangan yang pastinya berbanding terbalik dengan tingkat kebocoran setoran uang.

Widarapayung hanyalah satu dari ratusan pantai, yang dikelola dengan alakadarnya, yang sebenarnya berpotensi mengalirkan arus uang untuk bangsa ini terutama mensejahterakan masyarakat sekelilingnya.

Bukan privatisasi solusinya, karena preman setempat tidak salah. Namun, seandainya ada kepedulian lebih pemerintah pada kalangan pemuda yang berlabel preman yang mengelola pantai ini, sehingga mereka memahami manajemen keuangan, kejujuran dan visi bisnis, tentu pantai ini akan dikelola dengan lebih menarik, dengan perputaran uang yang lebih tinggi, dengan pendapatan bagi pengelola yang lebih besar, dengan setoran ke negara yang lebih optimal, dengan memberikan dampak peningkatan ekonomi kepada warga sekeliling yang lebih tinggi, dengan tingkat kebocoran uang yang lebih rendah.

Ada ratusan potensi dahsyat seperti Widarapayung Beach ini. Negeri ini kaya, bukan?